Thursday, May 8, 2008

Guru Swasta=Buruh, Bahkan Lebih Parah

Pendidikan adalah landasan dasar yang menentukan kualitas suatu bangsa. Kualitas manusia Indonesia tersebut diselenggarakan melalui proses pembelajaran yang bermutu. Oleh karena itu guru sebagai “agent of change” memiliki kedudukan yang strategis dalam mewujudkan pendidikan yang bermutu sebagaimana telah diamanatkan dalam UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab XI Pasal 40 bahwa pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis ; mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan.


Melihat betapa strategis dan pentingnya kedudukan guru maka dibentuklah Undang-Undang RI No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dengan persetujuan bersama DPR dan Presiden Republik Indonesia. Namun demikian undang-undang tersebut kurang membawa imbas yang berarti terhadap guru swasta yang selama ini ikut mendedikasikan kemampuannya untuk mencerdaskan anak bangsa.

Saya menduga anda yang saat ini berprofesi sebagai guru swasta pasti akan merasakan tak enak hati membaca judul di atas. Saya merasakan ada sebuah penolakan pada diri anda sebagaimana yang terjadi pada diri saya karena kita bukan pekerja / buruh. Selama ini dalam benak kita buruh adalah pekerja pabrik yang notabene maaf “kasar”. Disadari atau tidak, mau atau tidak mau kita harus setuju apabila guru swasta memiliki kedudukan sama dengan buruh/pekerja walaupun kita sadari betul bahwa guru merupakan pekerjaan profesi dengan dibuktikan adanya sertifikat pendidik serta mendapat tunjangan profesi.

Pasal 15 ayat 3 UU Nomor 23 tahun 2003 tentang Guru dan Dosen,menyebutkan bahwa “ Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diberi gaji berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama”. Pada pasal ini yang perlu kita garis bawahi adalah bahwa penyelenggara pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dapat diartikan yayasan. Yayasan mengadakan perjanjian kerja atau kesepakatan bersama yang mengikat di antara keduanya. Yayasan memiliki otoritas penuh untuk mengatur gaji, penempatan, maupun pengangkatan serta aturan main antara guru dengan pihak yayasan berdasarkan kesepakatan kerja yang telah disetujui bersama. Yayasan is the owner, we have absolut power. Jadi hak dan kewajiban serta perlindungan hukum yang termaktub dalam UU Guru dan Dosen, agaknya dimentahkan oleh pernyataan tersebut.

Sekarang kita lihat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua yang diterbitkan Balai Pustaka, menyebutkan bahwa buruh adalah orang yang bekerja untuk orang lain dengan mendapatkan upah. Sedangkan buruh terampil adalah buruh yang memiliki keterampilan dibidang tertentu. Selain itu kita pelajari pula dalam Undang-undang RI nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 1 ayat 2 dan ayat 3 menyatakan :

Ayat 2 : Pekerja /buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Ayat 3 : Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Berdasarkan UU Ketenagakerjaan ini dapat diartikan bahwa siapa saja baik perorangan maupun kelompok yang mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian kerja atau kesepakatan bersama dengan pihak lain baik perseorangan maupun badan usaha maka telah terjadi hubungan pemberi kerja dengan pekerja. Dalam hal ini pemberi kerja adalah yayasan yang memberi upah / imbalan / gaji, sedangkan pekerjanya adalah guru swasta yang telah memberikan jasanya di bidang pengajaran. Oleh karena itu mau tidak mau, setuju tidak setuju harus diakui bahwa guru swasta sama dengan buruh/pekerja tepatnya buruh terampil. Oleh karena itu hak, kewajiban serta perlindungan hukum guru swasta setidaknya ada di dalam UU Ketenagakerjaan. Nasib buruh pabrik mungkin lebih baik. Pesangon akan mereka dapatkan ketika berhenti / diberhentikan. Namun nasib guru swasta lebih parah lagi karena guru swasta yang mengundurkan diri atau diberhentikan tidak mendapat pesangon sebagaimana nasib teman-temanku sebagai guru swasta selama ini. Beginilah nasib guru Oemar Bakrie selalu dikebiri.