Friday, May 30, 2008

Uang Gedung Sekolahku Yang Mewah

Bambang bangga memiliki anak yang berprestasi. Predikat sebagai siswa peraih nilai tertinggi di sekolah menambah rasa bangga keluarga. Harapan dapat masuk sekolah negeri yang favorit sudah terbayang di depan mata. Bermodal segudang prestasi yang dimiliki sang anak, Bambang memberanikan diri mendaftarkan anaknya di sekolah negeri favorit di kotanya. Nilai ujian yang cukup tinggi dengan puluhan piagam penghargaan membuat anak Bambang lolos dengan mudah. Namun begitu sekolah menyebut sekian juta sebagai syarat masuk sekolah membuat Bambang mesti gigit jari.

Jumlah yang tak mungkin dia penuhi dari gajinya sebagai seorang buruh pabrik. Menurut perkiraannya, jika anaknya cukup berprestasi maka sedikitnya dapat meringankan beban orangtua menyekolahkan anak karena sekolah pasti akan menerima tanpa embel-embel apapun. Semua impian tersebut kandas begitu mendengar jumlah yang membuatnya nyinyir. Akhirnya Bambang pulang dengan sejuta rasa bercampur menjadi satu. Kecewa, marah, benci, iba, haru, mangkel dan seabreg rasa yang tak dapat terungkap dengan kata-kata.
***
Kejadian seperti Bambang barangkali pernah kita temui atau kita alami. Tahun ajaran baru identik dengan lahan untuk mendapat tambahan dana bagi sekolah. Bagaimana tidak, ratusan ribu hingga kisaran juta dapat masuk ke kas sekolah. Uang gedung atau uang pembangunan menjadi tajuk utama tiap tahun. Uang gedung tersebut banyak ditemui di sekolah-sekolah baik negeri maupun swasta. Semakin sekolah tersebut dicari orang maka uang gedung semakin tinggi.

Jika memang hal ini berlaku bagi sekolah-sekolah swasta, barangkali merupakan hal yang biasa. Bagi sekolah swasta, uang gedung merupakan salah satu jalan menopang kelangsungan pembangunan gedung sekolah. Ironisnya uang gedung ini kadang ditemui pula di sekolah-sekolah negeri. Jika hal tersebut banyak terjadi, di manakah alokasi dana pembangunan sekolah dari pemerintah selama ini? Akankah hal ini menjadi indikasi ketidakmampuan pemerintah peduli terhadap dunia pendidikan? Ataukah ini hanyalah dalih sekolah guna menambah pendapatan?

Suatu ketika saya melintas di sebuah jalan kota Semarang bagian atas. Ketika itu saya melintasi sebuah sekolah swasta yang mewah bangunannya. Ternyata sekolah ini tetap memberikan kewajiban pembayaran uang gedung sebagai salah satu syarat untuk masuk sekolah. Pun dengan salah satu sekolah negeri. Untuk ukuran sekolah negeri, sekolah ini merupakan salah satu sekolah favorit di kecamatan kami. Gedung megah nan mentereng tak kalah saing dengan sekolah swasta. Hebat, ternyata pemerintah bisa memberikan dana untuk membangun sekolah semegah ini. Tetapi kenapa pula tiap tahunnya siswa tetap dibebani uang gedung?